Alkitab yang Haus Darah?
Oleh: Agustinus Muhammad Taufik Harrisakti
“...tetapi
kami memberitakan Kristus yang disalibkan: Untuk orang-orang Yahudi
suatu batu sandungan dan untuk orang-orangbukan Yahudi suatu kebodohan.”I Korintus 1:23
PENDAHULUAN
Memberitakan
injil itu adalah panggilan setiap orang percaya, tidak hanya tugas para
pengerja penuh waktu. Namun mengabarkan injil bisa membuat kita
mengalami derita, sebab injil tidak akan disenangi orang apalagi akibat
dituduh terlalu merendahkan harkat manusia sebagai pendosa yang tak
berdaya menyelamatkan dirinya sendiri, di tengah hiruk-pikuk pandangan
dunia (weltanschaΓΌng) yang didominasi Humanisme sekuler.
Kerena
mengetahui kita pasti menderita dikarenakan memberitakan injil, kita
cenderung tergoda untuk mengerdilkan berita injil, merelatifkan injil,
meng-enjiniring (rekayasa) injil sesuai selera zaman, atau yang paling
populer ialah bungkam tentang injil.
Mengabarkan injil resiprokal
pula dengan menjawab keberatan-keberatan terhadap injil, ibarat dua sisi
mata uang. Kegiatan menjawab keberatan ini disebut Apologetika.
Kegiatan berapologia ini pula sama tak populernya dengan mengabarkan
injil. Banyak orang membuat excuse, “Tuhan tidak perlu dibela.”
Benarkah alasan itu? Di bawah akan penulis beberkan alasan sebenarnya
di balik alasan yang dikemukakan sebagian orang tersebut.
Dalam artikel ini, penulis hendak mendiskusikan sebuah Video Youtube yang di-upload (“unggah” bukan bahasa Indonesia) oleh The Thinking Atheist, sebuah video berjudul “THE BALD AVENGER. Our Bloodthirsty Bible”.
IKHTISAR VIDEO “THE BALD AVENGER”
Video
ini adalah propaganda sebuah kelompok Neo-Ateisme. Sekedar informasi,
jika Ateisme itu pilihan personal untuk tidak berketuhanan namun tanpa
sewot melihat orang lain yang masih beragama, neo-Ateisme adalah
ateis-ateis militan yang akan selalu menyikapi gejala-gejala kebangkitan
agama dengan serangan agresif. Tokoh-tokoh pentolan neo-Ateisme ini
antara lain Richard Dawkins dan ketiga rekannya (saya tidak hafal) yang
menamakan diri “The Four Horsemen”.
Adapun video ini beralur sebagai berikut: Nabi Elisa, seorang murid Nabi Elia, yang meminta dua bagian roh Elia (“...a double portion of your spirit.” II
Raja-raja 2:9), yang kepalanya gundul tak berambut. Selanjutnya menurut
penuturan Alkitab, Elisa pergi ke Bethel. Ketika ia sedang mendaki
keluarlah anak-anak dari kota itu mencemooh dia “Hai botak, naiklah!
Botak, naiklah!” (ay.23). Video itu mendeskripsikan ejekan anak-anak itu
“Uncle Fester (Oom Botak), kepalanya seperti bola deodoran.”
Lalu Elisa mengutuki anak-anak itu. Dan tanpa ampun, dua ekor beruang
keluar mencabik 42 orang anak-anak kecil itu.
Akhir cerita,
tibalah pesan moralnya: Apabila kamu mengejek Nabi Allah yang botak dan
mempunyai dua porsi roh Elia, kamu akan dikutuk menjadi “bloody hamburgers”. Alkitab itu haus darah dan tidak layak diceritakan kepada kanak-kanak sebelum tidur.
SANGGAHAN DAN PEMBELAAN
Setelah
menonton video Youtube tersebut, terus terang reaksi pertama saya
membenarkan propaganda video tersebut. Benar juga ya? Apalagi saya
membaca teks Alkitab berbagai versi bersama Alkitab TB-LAI, semuanya
senada. Saya pun membuka tafsir dan menemukan penjelasan yang memuaskan
dari “Notes on 2 Kings” karya Prof. Dr. Thomas L. Constable dari Dallas
Theological Seminary yang dapat di-download gratis dalam bentuk PDF format di www.soniclight.com.
Adapun penjelasan dalam tafsiran Constable adalah sebagai berikut (terjemahan bebas penulis):
Bethel
merupakan sebuah pusat penyembahan berhala dengan salah satu situs
dimana sebuah patung lembu emas diletakkan. Jelas, kunjungan Elisa
memicu kontroversi di antara kaum muda di Bethel. Kata Ibrani na’ar
yang diterjemahkan sebagai “anak-anak” di ayat 23, merujuk pada kaum
muda, bukan anak kecil dalam banyak ayat di perjanjian lama. Beberapa
perorangan yang dirujuk kata Ibrani ini antara lain Gehazi, bujang Elisa
(4:12), seorang bujang tak bernama (4:19), seorang bujang dari Sunem
(4:24).
“Si Botak” merupakan ejekan yang tidak hormat. Para
penyembah berhala muda tersebut menantang Elisa “naiklah” ke sorga
seperti yang dilakukan Elia jika Elisa mampu. Para pemuda ini adalah
ciri bangsa yang “mengolok-olok utusan-utusan Allah itu, menghina segala
firman-Nya, dan mengejek nabi-nabi-Nya” (II Tawarich 36:16). Elisa
mengutuk orang yang menolah firman Allah dan nabiNya bukan terdorong
kebanggaan pribadi, melainkan demi kemuliaan Allah (II Petrus 3:3-7).
Seperti yang sudah-sudah, TUHAN Allah memakai binatang buas untuk
menghukum pemberontak (bnd. I Raja-raja 13:24).
Huufffff....
gara-gara keterbatasan manusia menerjemahkan na’ar, serta minimnya
informasi mengenai konteks perikop, kita dapat saja terjebak dalam
kesesatan, apalagi ditambah propaganda neo-Ateisme.
TANTANGAN DAN HAMBATAN TERHADAP INJIL
1. Tantangan dari Luar Gereja dan/atau Luar Kekristenan
Sejak
Yesus masih hadir secara fisik di dunia mengajarkan Kerajaan Sorga,
abad pertama, abad pertengahan, abad pencerahan, era revolusi industri,
era post-modern post-christian sampai detik ini gereja dan orang percaya
diperhadapkan pada situasi dimana iman Kristiani ditolak, dimusuhi,
diejek, dipertanyakan dan dihambat. Dari yang sifatnya mistik dan
semi-filosofis seperti Gereja Setan sampai yang sifatnya filosofis dan
saintifik, iman Kristen terus dirongrong kredibilitasnya.
2. Hambatan dari dalam Kekristenan Sendiri
Sekularisme
dan konco-konconya pun tidak hanya merasuk dunia sekuler, namun telah
menginfiltrasi perguruan-perguruan Teologi, seminari-seminari bahkan
gereja-gereja melalui para pengerja yang menganut sekularisme.
Akibatnya, iman Kristen dijadikan kedok yang menyamarkan Sekularisme
seolah-olah Kristen. Mereka itu pendeta, namun tidak akan menginjil,
karena mereka percaya semua agama baik (mungkin benar demikian) dan
sama-sama sahihnya menuntun kepada keselamatan ukhrawi, bukan
hanya Yesus jalan yang Benar. Iman Kristen mengalami pengikisan, walau
tak selalu berarti pendangkalan; serta semakin relatif dengan
agama-agama.
Bagi para sarjana yang berpemikiran sekularis ini, hari gini
membela injil akan membuat mereka terlihat picik, intoleran, fanatik
dan yang paling mereka takutkan ialah kelihatan tidak intelek. Semakin
mereka memamerkan betapa pluralisnya mereka, pamer kritik Alkitab, akan
membuat mereka mendapatkan pengakuan akademis maupun sosial pergaulan
mereka dengan cap “intelektual yang lapang dan toleran”. Jadilah mereka
enjiner-enjiner yang siap merenovasi injil agar fit dengan selera zaman:
selera para gay, selera kaum feminis, selera forum diskusi agama-agama,
selera PGI, CCA dan DGD, selera Kementerian Agama RI dan Forum
Komunikasi Umat Beragama kota Bogor (spesifik banget, hehehe...).
Masih segar dalam ingatan penulis, film “The Passion of the Christ”
pun sempat menuai kontroversi. Dari segala arah, film ini dikritik oleh
penentang-penentangnya, termasuk kalangan Kristen Liberal. Ada yang
bilang Allah yang menyerahkan AnakNya dibantai dan disalibkan adalah
Allah yang sado-masokis. Di Indonesia, sebuah skripsi Sarjana Sains
(Teologi) mengangkat topik 14 Perhentian Jalan Salib dalam kaitannya
dengan film tersebut. Menurut sang penyusun skripsi, narasi injil
tentang pengadilan, penyiksaan dan penyaliban Yesus tidak lebih dari
sebuah propaganda anti-semitik, seperti yang dituduhkan para teolog
liberal barat. Bisa saudara pembaca bayangkan orang ini lulus dan
menjadi pendeta?
AJAKAN DAN PENUTUP
Di
akhir artikel ini, penulis hendak mengajak pembaca budiwati/budiman
untuk menalar perikop yang divideokan oleh The Thinking Atheist di atas.
Apakah kita menelan bulat-bulat klaim para ateis militan di atas, “Yah,
mau diapain lagi? Alkitab memang sadis begitu.” Atau, apakah
kita tidak punya jawaban yang bagus? Saya ingat Norman Geissler menulis
di buku “When Skeptics Ask”: “Orang skeptis punya pertanyaan-pertanyaan bagus, orang percaya seyogianya punya jawaban yang bagus.”
Saudaraku dan sahabatku...
Malukah
kamu dicap militan, intoleran dan fanatik? Apakah pendidikan akademismu
mengkondisikanmu menjadi seorang yang malu untuk berdiri bagi injil?
Apakah reward-mu hanyalah pujian manusia bahwa engkau memang intelek dan berwawasan ekumenis?
Hey!
Orang Ateis saja militan. Mengapa orang yang sudah mengecap karya
penebusan Yesus dalam wafat dan bangkitNya malu menjadi militan dalam
mengabarkan injil dan menjawab keberatan?