Jumat, 29 Agustus 2014

Alkitab yang Haus Darah?
Oleh: Agustinus Muhammad Taufik Harrisakti

...tetapi kami memberitakan Kristus yang disalibkan: Untuk orang-orang Yahudi suatu batu sandungan dan untuk orang-orangbukan Yahudi suatu kebodohan.”I Korintus 1:23

PENDAHULUAN
Memberitakan injil itu adalah panggilan setiap orang percaya, tidak hanya tugas para pengerja penuh waktu. Namun mengabarkan injil bisa membuat kita mengalami derita, sebab injil tidak akan disenangi orang apalagi akibat dituduh terlalu merendahkan harkat manusia sebagai pendosa yang tak berdaya menyelamatkan dirinya sendiri, di tengah hiruk-pikuk pandangan dunia (weltanschaΓΌng) yang didominasi Humanisme sekuler.
Kerena mengetahui kita pasti menderita dikarenakan memberitakan injil, kita cenderung tergoda untuk mengerdilkan berita injil, merelatifkan injil, meng-enjiniring (rekayasa) injil sesuai selera zaman, atau yang paling populer ialah bungkam tentang injil.
Mengabarkan injil resiprokal pula dengan menjawab keberatan-keberatan terhadap injil, ibarat dua sisi mata uang. Kegiatan menjawab keberatan ini disebut Apologetika. Kegiatan berapologia ini pula sama tak populernya dengan mengabarkan injil. Banyak orang membuat excuse, “Tuhan tidak perlu dibela.” Benarkah alasan itu? Di bawah akan penulis beberkan alasan sebenarnya di balik alasan yang dikemukakan sebagian orang tersebut.
Dalam artikel ini, penulis hendak mendiskusikan sebuah Video Youtube yang di-upload (“unggah” bukan bahasa Indonesia) oleh The Thinking Atheist, sebuah video berjudul “THE BALD AVENGER. Our Bloodthirsty Bible”.

IKHTISAR VIDEO “THE BALD AVENGER”
Video ini adalah propaganda sebuah kelompok Neo-Ateisme. Sekedar informasi, jika Ateisme itu pilihan personal untuk tidak berketuhanan namun tanpa sewot melihat orang lain yang masih beragama, neo-Ateisme adalah ateis-ateis militan yang akan selalu menyikapi gejala-gejala kebangkitan agama dengan serangan agresif. Tokoh-tokoh pentolan neo-Ateisme ini antara lain Richard Dawkins dan ketiga rekannya (saya tidak hafal) yang menamakan diri “The Four Horsemen”.
Adapun video ini beralur sebagai berikut: Nabi Elisa, seorang murid Nabi Elia, yang meminta dua bagian roh Elia (“...a double portion of your spirit.” II Raja-raja 2:9), yang kepalanya gundul tak berambut. Selanjutnya menurut penuturan Alkitab, Elisa pergi ke Bethel. Ketika ia sedang mendaki keluarlah anak-anak dari kota itu mencemooh dia “Hai botak, naiklah! Botak, naiklah!” (ay.23). Video itu mendeskripsikan ejekan anak-anak itu “Uncle Fester (Oom Botak), kepalanya seperti bola deodoran.” Lalu Elisa mengutuki anak-anak itu. Dan tanpa ampun, dua ekor beruang keluar mencabik 42 orang anak-anak kecil itu.
Akhir cerita, tibalah pesan moralnya: Apabila kamu mengejek Nabi Allah yang botak dan mempunyai dua porsi roh Elia, kamu akan dikutuk menjadi “bloody hamburgers”. Alkitab itu haus darah dan tidak layak diceritakan kepada kanak-kanak sebelum tidur.

SANGGAHAN DAN PEMBELAAN
Setelah menonton video Youtube tersebut, terus terang reaksi pertama saya membenarkan propaganda video tersebut. Benar juga ya? Apalagi saya membaca teks Alkitab berbagai versi bersama Alkitab TB-LAI, semuanya senada. Saya pun membuka tafsir dan menemukan penjelasan yang memuaskan dari “Notes on 2 Kings” karya Prof. Dr. Thomas L. Constable dari Dallas Theological Seminary yang dapat di-download gratis dalam bentuk PDF format di www.soniclight.com.
Adapun penjelasan dalam tafsiran Constable adalah sebagai berikut (terjemahan bebas penulis):
Bethel merupakan sebuah pusat penyembahan berhala dengan salah satu situs dimana sebuah patung lembu emas diletakkan. Jelas, kunjungan Elisa memicu kontroversi di antara kaum muda di Bethel. Kata Ibrani na’ar yang diterjemahkan sebagai “anak-anak” di ayat 23, merujuk pada kaum muda, bukan anak kecil dalam banyak ayat di perjanjian lama. Beberapa perorangan yang dirujuk kata Ibrani ini antara lain Gehazi, bujang Elisa (4:12), seorang bujang tak bernama (4:19), seorang bujang dari Sunem (4:24).
“Si Botak” merupakan ejekan yang tidak hormat. Para penyembah berhala muda tersebut menantang Elisa “naiklah” ke sorga seperti yang dilakukan Elia jika Elisa mampu. Para pemuda ini adalah ciri bangsa yang “mengolok-olok utusan-utusan Allah itu, menghina segala firman-Nya, dan mengejek nabi-nabi-Nya” (II Tawarich 36:16). Elisa mengutuk orang yang menolah firman Allah dan nabiNya bukan terdorong kebanggaan pribadi, melainkan demi kemuliaan Allah (II Petrus 3:3-7). Seperti yang sudah-sudah, TUHAN Allah memakai binatang buas untuk menghukum pemberontak (bnd. I Raja-raja 13:24).
Huufffff.... gara-gara keterbatasan manusia menerjemahkan na’ar, serta minimnya informasi mengenai konteks perikop, kita dapat saja terjebak dalam kesesatan, apalagi ditambah propaganda neo-Ateisme.

TANTANGAN DAN HAMBATAN TERHADAP INJIL

1. Tantangan dari Luar Gereja dan/atau Luar Kekristenan
Sejak Yesus masih hadir secara fisik di dunia mengajarkan Kerajaan Sorga, abad pertama, abad pertengahan, abad pencerahan, era revolusi industri, era post-modern post-christian sampai detik ini gereja dan orang percaya diperhadapkan pada situasi dimana iman Kristiani ditolak, dimusuhi, diejek, dipertanyakan dan dihambat. Dari yang sifatnya mistik dan semi-filosofis seperti Gereja Setan sampai yang sifatnya filosofis dan saintifik, iman Kristen terus dirongrong kredibilitasnya.

2. Hambatan dari dalam Kekristenan Sendiri
Sekularisme dan konco-konconya pun tidak hanya merasuk dunia sekuler, namun telah menginfiltrasi perguruan-perguruan Teologi, seminari-seminari bahkan gereja-gereja melalui para pengerja yang menganut sekularisme. Akibatnya, iman Kristen dijadikan kedok yang menyamarkan Sekularisme seolah-olah Kristen. Mereka itu pendeta, namun tidak akan menginjil, karena mereka percaya semua agama baik (mungkin benar demikian) dan sama-sama sahihnya menuntun kepada keselamatan ukhrawi, bukan hanya Yesus jalan yang Benar. Iman Kristen mengalami pengikisan, walau tak selalu berarti pendangkalan; serta semakin relatif dengan agama-agama.
Bagi para sarjana yang berpemikiran sekularis ini, hari gini membela injil akan membuat mereka terlihat picik, intoleran, fanatik dan yang paling mereka takutkan ialah kelihatan tidak intelek. Semakin mereka memamerkan betapa pluralisnya mereka, pamer kritik Alkitab, akan membuat mereka mendapatkan pengakuan akademis maupun sosial pergaulan mereka dengan cap “intelektual yang lapang dan toleran”. Jadilah mereka enjiner-enjiner yang siap merenovasi injil agar fit dengan selera zaman: selera para gay, selera kaum feminis, selera forum diskusi agama-agama, selera PGI, CCA dan DGD, selera Kementerian Agama RI dan Forum Komunikasi Umat Beragama kota Bogor (spesifik banget, hehehe...).
Masih segar dalam ingatan penulis, film “The Passion of the Christ” pun sempat menuai kontroversi. Dari segala arah, film ini dikritik oleh penentang-penentangnya, termasuk kalangan Kristen Liberal. Ada yang bilang Allah yang menyerahkan AnakNya dibantai dan disalibkan adalah Allah yang sado-masokis. Di Indonesia, sebuah skripsi Sarjana Sains (Teologi) mengangkat topik 14 Perhentian Jalan Salib dalam kaitannya dengan film tersebut. Menurut sang penyusun skripsi, narasi injil tentang pengadilan, penyiksaan dan penyaliban Yesus tidak lebih dari sebuah propaganda anti-semitik, seperti yang dituduhkan para teolog liberal barat. Bisa saudara pembaca bayangkan orang ini lulus dan menjadi pendeta?

AJAKAN DAN PENUTUP
Di akhir artikel ini, penulis hendak mengajak pembaca budiwati/budiman untuk menalar perikop yang divideokan oleh The Thinking Atheist di atas. Apakah kita menelan bulat-bulat klaim para ateis militan di atas, “Yah, mau diapain lagi? Alkitab memang sadis begitu.” Atau, apakah kita tidak punya jawaban yang bagus? Saya ingat Norman Geissler menulis di buku “When Skeptics Ask”: “Orang skeptis punya pertanyaan-pertanyaan bagus, orang percaya seyogianya punya jawaban yang bagus.”
Saudaraku dan sahabatku...
Malukah kamu dicap militan, intoleran dan fanatik? Apakah pendidikan akademismu mengkondisikanmu menjadi seorang yang malu untuk berdiri bagi injil? Apakah reward-mu hanyalah pujian manusia bahwa engkau memang intelek dan berwawasan ekumenis?
Hey! Orang Ateis saja militan. Mengapa orang yang sudah mengecap karya penebusan Yesus dalam wafat dan bangkitNya malu menjadi militan dalam mengabarkan injil dan menjawab keberatan?